Langsung ke konten utama

Cerpen Love Note


Ini adalah cerpen pertamaku yang ku post di blog. Yah gak bagus-bagus banget sih, malah ku rasa cerpen ini gaje-gaje absurd. Yah meski begitu cerpen ini ku tulis sewaktu aku masih awur-awuran banget, meski sekarang masih awur-awuran juga sih.

Hemm,, yaudah deh daripada akunya banyak omong, mending capcus aja yuk.. Hope you like it..

*****

Aku meliriknya untuk pertama duduk di perpustakaan hari ini. Salah satu kebiasaanku ketika jam istirahat kedua adalah memasuki perpustakaan dan membaca buku di sana. Bukan hanya itu, tetapi juga melihatnya duduk di meja yang sama setiap hari dengan dirinya fokus membaca. Jika kau melihatnya saat ini, kau pasti akan merasa bahwa dia tidak sedang berada di sini, tetapi di dunia lain yang tak ada satu orangpun.
Dia terlihat sangat fokus dan berkonsentrasi pada bukunya. Sampai – sampai menghiraukan keadaan sekitar. Bahkan aku pernah berfikir, apa dia benar – benar membaca? Tetapi setelah kuperhatikan lebih lama ternyata dia benar – benar membaca. Tak jarang bahkan sangat sering dia membalikkan halaman buku selanjutnya. Aku juga pernah melihat temannya meminta bergabung duduk di meja yang didudukinya, dia hanya mengangguk dan bergumam. Setelah itu dia akan membaca bukunya lagi. Temannya yang mengoceh panjang – lebarpun hanya dia tanggapi dengan sebuah anggukkan. Sepertinya dia orang yang acuh dan tak perduli.
Dan entah kenapa aku menyukainya begitu saja. Aku tak tahu sejak kapan itu, tetapi aku rasa itu sudah lama. Sekitar dua tahunan mungkin. Aku tak tahu mengapa aku bisa – bisanya menyukainya. Tetapi, rasanya ada sesuatu yang selalu membuatku penasaran kepadanya. Terlihat begitu serius.
Lagi – lagi kulirikkan pandanganku padanya. Dia masih saja berposisi seperti tadi. Duduk diam, mata yang selalu tertuju pada rentetan huruf yang menyusun paragraf – paragraf, juga tangannya yang tak jarang membalikkan halaman buku selanjutnya. Tak jarang juga aku melihatnya di perpustakaan untuk sekedar membaca, tetapi juga mengerjakan tugas yang diberikan Bapak/Ibu guru. Dan entah ada angin apa, aku jadi ikut – ikutan mengerjakan tugas – tugas di perpustakaan. Kurasa, mengerjakan tugas di perpustakaan lebih menyenangkan daripada di rumah.
Aku tak tahu mengapa aku begitu suka meliriknya. Terkadang aku juga aku marah pada diriku sendiri yang tidak bisa menundukkan pandanganku kepadanya. Dia seperti magnet yang kerap kali menarik perhatianku. Aku rasa dia juga tidak tahu bahwa aku sering meliriknya. Bukannya tak suka, malahan aku sangat bersyukur akan hal itu. Aku tak tahu bagaimana jadinya jika aku tertangkap basah sering memperhatikan dan mengikutinya terus – menerus.
Pertama melihatnya aku melihatnya di perpustakaan ini. Posisinya seperti tadi yang kuceritakan padamu,
FLASHBACK ON  Saat itu, aku sedang diberi tugas kelompok bersama teman – temanku. Rara, Hanna, dan Icha untuk membuat ringkasan sejarah oleh guru kami. Setelah menunggu istirahat kedua, akhirnya kami bergegas untuk pergi ke perpustakaan bersama. Setelah sampai disana, kami mencari buku yang kami cari. Dan setelah mencari di rak buku sana – sini, akhirnya kami menemukan buku tersebut.
Kami duduk disalah satu meja yang tak jauh dari pojokkan. Yah, mau bagaimana lagi, hanya tempat inilah yang kosong. Kami berempat mulai mengerjakan tugas. Lima belas menit berlalu, lumayan capek memang. Ditambah pelajaran yang kami pelajari adalah sejarah. Membutuhkan pemahaman yang banyak. Aku melirikkan pandanganku pada sekitar perpustakaan ini. Sangat besar memang. Buku – bukunya juga termasuk lengkap. Mataku menangkap seorang cowok berkacamata yang sedang fokus mengerjakan tugas. Dia hanya duduk sendirian dibangku tersebut. Kurasa, dia adalah kakak kelasku, entah itu kelas XI atau XII. Entahlah.
“Eh Fa, balik yuk. Udah selesai nih.” Ucapan Rara membuyarkan lamunanku.
“Yaudah. Ayo!” balasku. Akhirnya aku, Rara, Icha, dan Hanna kembali ke kelas, berhubung juga bel istirahat akan selesai dan dilanjutkan dengan jam pelajaran selanjutnya.
Sebelum pergi meninggalkan perpustakaan ini, kulirikkan pandanganku ke cowok berkacamata tadi. Yah.. kurasa wajahnya tak asing dipandanganku, dan itu telah membuatku penasaran. Tiba – tiba dia mengangkat wajahnya dari bukunya, tanpa sengaja pandangan kami bertemu. Aku yang kaget dan merasa ketahuan meliriknya hanya bisa cepat – cepat menunduk dan berjalan keluar perpustakaan untuk ke kelasku.
Keesokan harinya, aku kembali ke perpustakaan pada jam kedua istirahat, seperti kemarin. Tetapi aku hanya sendiri tanpa teman – temanku. Aku mengambil salah satu novel teenlit di rak buku. Aku mencarinya. Hmm, kurasa aku belum bilang apa tujuanku untuk kesini adalah mencarinya. Semalam tiba – tiba sewaktu belajar feelingku menyatakan aku pernah bertemu dengannya, entah kapan itu. Dan feelingku (lagi) bahwa hari ini dia ada disini.
Kali ini aku duduk di meja yang lumayan dekat dengannya, sehingga jika dia mengangkat wajahnya aku akan bisa melihatnya dengan jelas. Sayangnya sampai saat ini dia tak mengangkat wajahnya. Selalu saja setia dengan buku yang dibacanya. Heran juga sih, apa dia tak bosan?
Jam sudah menunjukkan bahwa bel istirahat akan segera selesai. Kukembalikan novel yang kubaca –walau hanya beberapa halaman – tadi kembali ke tempatnya dan segera ke kelas. Bisa gawat jika aku telat masuk kelas. Bisa – bisa aku dihukum oleh guru matematika ter-killer sepanjang abad. FLASHBACK OFF.
Lamuanku buyar ketika kurasakan bel istirahat kedua telah berbunyi. Kulihat, dia sudah tidak ada disini. Kemana dia? Ah, tentu saja dia sudah pergi dari sini. Aku hanya berjalan lesu mengembalikan buku yang kubaca. Dan setelah itu aku kembali ke kelasku. Huft, Sudah pasti aku mendapatkan PR tambahan oleh guruku karna sudah telat masuk kelasnya.
Hari ini aku sangat antusias untuk pergi ke perpustakaan. Tentu saja aku merasa tak sabar untuk melihatnya lagi. Mengingat kemarin aku aku harus tak melihatnya sebelum aku pergi. Aku memasuki perpustakaan. Seperti biasa, ketika memasuki perpustakaan suasana langsung hening. Dan itu membuat hatiku tenang.
Sebelum duduk, aku melihat kearah meja yang biasa dia tempati. Tetapi yang kutemukan bukanlah dia yang sedang fokus membaca ataupun mengerjakan tugas. Tetapi kakak anggota OSIS, kak Ani dan kak Hilda.
Tak seperti biasa, kini aku tak menemukannya. Yang kulihat selama ini, dia tak pernah absen masuk ke perpustakaan. Tapi entah kenapa, hari ini dia tak ada disini. Aku mencoba menunggunya, tetapi sampai jam istirahat ke dua selesai aku sama sekali tak menemukannya disini. Akhirnya aku kembali ke kelas dengan pikiran yang bertanya – tanya. Kemana dia?
“Lyn, mau ke perpus ya?” tanya Cindy sewaktu aku akan keluar kelas.
“Iya. Kenapa Cin? Mau barengan?”
“Iya. Yaudah yuk.” Aku dan Cindy langsung menuju ke perpustakaan. Hari ini, aku mencoba ke sana. Siapa tahu aku menemukannya. Tetapi, Dewi Fortuna sedang tidak berpihak padaku. Aku tak menemukannya lagi. Dan hari ini lebih membuatku bertanya – tanya daripada hari kemarin. Ada apa dengannya?
“Ikut aku yuk Lyn!” pinta Cindy tiba – tiba yang membuatku menoleh padanya.
“Kemana?” tanyaku sambil membalikkan halaman buku.
“Ke kelas XII IPA 1. Mau minjem flashdisk sama Kak Veni.”
“Emm..” aku berfikir sambil mempertimbangkan. Kalo aku pergi dan jika dia datang aku tak bertemu dengannya. Tetapi jika aku disini dan menunggunya tetapi dia tak datang semua juga terasa sia – sia. Huft.
“Ayo dong Lyn... pliss?!!” mohon Cindy dengan melas.
“Kalo besok gimana?”
“Gak bisa. Soalnya tuh yah butuhnya nanti Lyn..”
“Yaudah deh. Gue temenin.”ucapku akhirnya karna tak tega melihat pandangan melas dari Cindy.
“Wahh makasih Ailyn yang imut.” Ucap Cindy sambil mencubit pipiku.
“Ihh Cindy apaan sih, sakit tau.” Ringisku.
“Iya iya maaf.” Ucapnya sambil cengengesan. Aku hanya menggelengkan kepalaku melihat tingkah Cindy.
Sesampai di kelas XII IPA 1, aku dan Cindy segera menemui Kak Veni. Tak jauh dari meja depan, disanalah Kak Veni dan dua temannya sedang mengobrol. Aku dan Cindy segera mendekati mereka.
“Haii Kak Ven??”
“Eh Cindy, mau ngambil flashdisk ya?” tanya Kak Veni.
“Enggak. Mau main basket.”sahut Cindy sebal.
“Mana ada main basket di kelas.” Kak Ina menimpal. Kak Ina adalah tetangga ku dan dia juga lumayan dekat dengan keluargaku.
“Ada lah Kak. Buktinya Kak Dion suka main basket di kelas.” Ucapku sambil tersenyum jahil pada Kak Ina. Nah, menurut gosip yang kudengar Kak Ina itu suka ama Kak Dion. Dan Kak Dion sendiri adalah kakak keduaku.
“Ciee ada yang rona – merona nihh. Ekekekek.” Waduh muka Kak Ina makin merah nih ditambah – tambahin ama Kak Fitri.
“Cieeeee.” Cindy dan Kak Veni jadi ikut – ikutan.
“Udah deh. Oiya sayang banget ya Chalvin udah keluar.” Kak Ina malah jadi mengalihkan pembicaraan dan melirikku.
“Chalvin siapa Kak?” tanyaku kepo.
“Kamu gak tau Chalvin Lyn?” tanya Kak Fitri tak percaya. Aku hanya menggeleng sambil mengembungkan pipi.
“Beneran Lyn kamu gak tau Kak Chalvin?” Ternyata bukan Kak Fitri aja, bahkan Cindy juga tak percaya.
“Aduh Lyn.. kamu beneran payah banget deh.” Lanjutnya.
“Emang ada apa sih dengan si Chavin – Chavin itu?”
“Chalvin!” ucap mereka berbarengan.
“Iya oke Chalvin. Emang kenapa dengan dia?”
Kak Veni menghela napas, “Jadi, Ailyn sayang.. Chalvin itu adalah siswa disini dan termasuk most wanted di sekolah kita karna ketampanannya yang membadai – badai. Mengerti?”
“Bingung Kak.” Jawabku sambil garuk – garuk tengkukku yang tidak gatal.
“Lyn, kamu lihat foto itu.” Kak Ina sambil menunjuk foto siswa – siswi di kelas ini yang berada di belakang kelas.
Tanpa sengaja aku menemukan fotonya yang sedang berdiri menghadap kamera dengan senyum simpulnya. Hatiku jadi deg deg an gak karuan. Bagaimana bisa aku baru mengetahuinya bahwa kelasnya disini?
“kamu lihat cowok yang berkacamata, tinggi, terus putih itu?” Aku mengangguk.
“Nah itu yang namanya Chalvin.” Lanjut Kak Ina. Aku Cuma mengangguk. Padahal dalam hati aku bersorak gembira mengetahui namanya, yah walaupun hanya nama panggilan.
“Nah Lyn, dia itu sering banget ada di perpus. Tiap hari ke perpus gitu. Terus dia juga baik sama kita. Orangnya sih kalem – kalem gitu, pendiem banget. Dan tentu aja dia itu ganteng Lyn.” Kak Fitri menerangkan. Iya Kak aku juga tahu.
“Sayangnya dia udah pindah Lyn. Gak tahu deh tentang masalah apa, dan gak tahu juga kemana.” Lanjut Kak Fitri sedih.
“Kamu yang sabar Lyn.” Ucap Kak Ina.
“Lah emang kenapa Na Ailyn?” tanya Kak Veni yang malah membuatku kaget. Iya secara apa maksud ucapannya kak Ina?
“Enggak kok Ven. Maksudnya sabar ke Fitri.” Jawabnya sambil nyengir.
Aku menghela napas berat. Yah setelah mengobrol dengan Kak Ina, Kak Fitri, dan Kak Veni aku jadi lemes gak karuan. Sekarang perasaan ku jadi campur aduk. Antara sedih dan merindukannya. Yah, tentu aja ini membuatku kepayang.
**
Hari ini adalah hari pertama aku menjadi mahasiswi. Yah, sekarang aku udah lulus dari SMA Kartini. SMA tercinta semasa hidupku. Tetapi, walaupun aku udah lulus dari SMA Kartini dan udah jadi mahasiswi aku tetep aja gak bisa ngelupain dia. Rasanya aku sangat kangen berat banget dengannya. Aku pengen ketemu sama dia. Yah, walaupun aku dan dia gak tegur sapa atau saling senyum, aku sudah bersyukur.
Dengan rasa malas aku memasuki perpustakan kampus. Hatiku menjadi sedikit tenang ketika merasa tenangnya suasana perpustakaan. Inilah yang aku sukai dari perpustakaan. Gak pernah rusuh dan berisik. Pasti tuh adanya tenang terus.
Aku memilih – milih buku dari rak buku, mencari bahan bacaan yang penting buatku baca. Yah, bisa nambah wawasan juga kan? Nah, this is book is great. Yah, aku menemukan yang cocok buat ku baca sekarang. Aku berbalik dan tiba – tiba..
Brukk.
Kini aku sudah tiduran di lantai dengan buku yang kuambil tadi terlempar tidak tahu kemana. Dan diatasku ada seorang laki – laki yang menindiku. Aku menerjap, bahkan sampai berkali – kali.
“Eh maaf. Kamu gak papa?” tanyanya yang kini sudah jingkok. Aku bangun dari tiduranku yang gak jelas banget ini.
“Eng-enggak.” Aku langsung bangkin dan meraih buku yang kuambil tadi ketika melihat letaknya berada disampingku. Segera kukembalikan buku tadi dan berjalan keluar perpus. Dan pandangan semua orang sudah tertuju kearah kejadian tadi.
Ya Tuhan.. Kenapa aku bisa bertemu dengannya lagi? Dan apakah benar tadi itu dia? Calvin? Orang yang selama ini aku rindu – rindukan? Ah, rasanya seperti mimpi.
“Ailyn.” Aku kaget ketika Cindy memanggil namaku dan menepuk bahuku dengan keras.
“Kamu kok bengong sih? Kenapa?” tanyanya bingung.
“Eh enggak kok Cin. Kaget aku, kamu panggil gitu.” Maksudku tuh kaget itu tadi beneran Chalvin atau bukan?
“Eh kamu udah tahu belum..?”
“Belum.”
“Ihh Ailyn kebiasaan. Gue belum selesai ngomong!” ucap Cindy sambil geregetan. Aku terkekeh melihat ekspresinya ini.
“Iya – iya. Apaan sih Cindy?”
“Kamu tahu, ternyata Chalvin, dia mahasiswa di kampus ini.” Ucapan Cindy seperti petasan yang mengagetkanku. Apa tadi itu benar – benar dia?
“Ikut aku.” Cindy menarik tanganku.
“Eh, kemana?”
Cindy tiba – tiba berhenti, “Kamu harus bertemu ama dia Ailyn. Kamu harus ungkapin perasaanmu setelah bertahun – tahun kamu pendam.”
“Cindy, aku..?”
“Kenapa? Kamu gak mau?”
“Kamu Cuma mau ngebiarin perasaanmu itu diem aja gitu?” lanjut Cindy.
“Cindy, aku gak mungkin bilang perasaanku secepat itu.”
“Ailyn, kamu juga gak mungkin mendam perasaanmu selama itu.” Kini gantian Cindy yang membalikkan kalimatku.
“Kamu harus bilang ke dia kalo kamu suka sama dia.” Ucapnya dengan penuh tekad.
“Tapi aku gak mau. Aku udah ketemu sama dia.” Lirihku.
“Kamu udah ketemu ama dia?” pekik Cindy dengan mata yang berbinar.
“Kok kamu jadi seneng gitu sih?”
“Haduh Ailyn, kamu tuh gimana sih katanya cinta?”
“Iya, tapi...”
“Nggak ada tapi – tapian. Kita harus temui dia sekarang dan kamu bilang perasaan kamu ke dia.” Haduh, Cindy kenapa sih kok malah maksa aku gini buat bilang perasaanku ke dia?
“Tapi Cin?”
“Cindy?” aku menoleh pada seseorang yang memanggil namanya. Sekarang berdiri seorang laki – laki yang sedang tersenyum kepadanya. Aku menahan napas.
“Apa kabar?” tanyanya ramah.
“Hai Kak. Aku baik kok. Mau kemana?”
“Nggak. Lagi muter – muter aja nih.”
Pandangan dia jatuh pada diriku, “Kamu beneran tadi nggak papa?” aku gelagapan.
“Emang Ailyn kenapa Kak?” Duh.. Cindy ini kenapa sukanya kepo banget sih.
“Tadi aku gak sengaja nabrak dia.” Aku Cuma menunduk mendengar pernyataannya itu.
“Beneran Lyn?” tanya Cindy yang membuatku mengangkat wajah.
“Eh eng-enggak kok. Tadi aku mah cuma kepleset di perpus.”
“Kamu bo’ong ya?” tanyanya dengan curiga. Matanya menyipit sambil mentapku. Ya ampun, anak ini membuatku semakin gugup dan bingung sendiri.
“Enggak kok. Suer deh.” Kataku setengah mantap dan setengah tidak. Kulirikan mataku sekilas kulihat dia tersenyum menatapku.
“Kak Chalvin. Kakak harus bilang. Kenapa Kak Chalvin tanya gitu sama Ailyn?”
“Tanya yang mana?”
“Tanya yang ‘kamu beneran gak papa’ ke Ailyn.”
“Yah, sebelumnya aku emang gak sengaja nabrak dia.” Katanya sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
Cindy melirikku menatapku dengan pandangan mematikan, yah walaupun aslinya gak mematikan amat sih. Matanya Cindy tuh sipit jadi kalo mau dilebarin kayak matanya koala itu gak ada imut – imutnya.
“Kok bisa Kak?”
“Eh em..” dia sempat melirikku sejenak aku jadi gelagapan.
“Eh bentar lagi kelasku mau dimulai nih. Duluan ya.” Pamitnya sambil berlalu pergi.
“Aku gak mau tahu ya. Kamu harus cerita tentang tadi ke aku, Lyn.” Paksa Cindy. Huft, nih anak emang kebanyakan kepo deh. Tau gini aku gak bilang tentang apa yang kurasa ke dia. Tapi kalo gak cerita galau terus ya. :/
Jam 16:7 dan aku baru aja selesai kuliah. Sangat melelahkan memang. Tapi buatku itu tak masalah karna aku juga harus mengejar cita – citaku. Aku berjalan keluar kelas sambil memasukkan beberapa bukuku.
“Hai.” Aku kaget hampir aja refleks memukul orang tersebut.
“Eh Kak Chalvin,” duh, kak Chalvin kok ada disini ya? Kira – kira dia mau nyari siapa ya? Duh kenapa jantuku jadi pada berisik gini sih?
“Mau nyari siapa Kak?” tanyaku. Aku mengalihkan pandanganku ke kelas, tetapi sudah tak ada orang. Sudah bubar. Cindy juga kayaknya udah pulang. Karna dia Cuma punya makul sampai jam 3 tadi.
“Nyari Ailyn. Kamu lihat dia gak?” Dia menoleh samping kanan – kirinya aku mengernyit heran.
“Emang kak Chalvin nyari Ailyn yang mana?” tanyaku dengan takut – takut. Ya moga aja sih Ailyn aku. Tapi kalo nyari aku buat apa? Kan aku ama dia tuh gak punya hubungan apa – apa. Dan Ailyn disini mah gak Cuma aku doang. Huft.
“Ailyn yang itu tuh nama lengkapnya Evani Ailyn Prasetyo.” Aku melongo. Chalvin Cuma cekikikan.
“Emang ada apa Kak?” tanyaku dengan jantung yang lari sana – sini karna tadi.
“Yah ada yang mau aku bicarain. Kamu bisa gak?”
“Bisa Kak. Yaudah kita obrolin disini aja.”
“Kalo bisa sih gak disini Lyn. Kamu ikut aku.” Aku hanya menurut sambil mengikuti langkahnya.
Setelah 30 menit perjalanan, akhirnya aku dan dia sampai di tempat yang dia tujuh. Tempatnya indah banget. Nyaman dan tenang. Kalian tau itu apa? Yap danau. Danau yang kita kunjungin emang sangat indah. Banyak pepohonan disini, kebanyakan sih pohon beringin. Danaunya juga bersih tanpa ada kotoran atau sampah sekalipun. Pengunjungnya juga gak terlalu banyak.
Dan kerennya sekarang aku dan dia sedang ada ditengah danau, dengan perahu. Romantis banget sih rasanya. Ditemani matahari yang ingin menyembunyikan dirinya lagi.
“Kamu suka tempat ini?” Tanyanya tiba – tiba. Aku mengalihkan pandanganku dari danau ini ke Chalvin. Aku menjawabnya dengan senyuman dan anggukan.
“Kak Chalvin sering kemari?” tanyaku.
“Gak terlalu sering. Hanya sewaktu ada waktu luang aja.” Jawabnya sambil memainkan tangannya di air.
“Aku suka banget tempat ini. Tiap kesini hatiku menjadi tenang dan damai. Seperti saat aku mengunjungi perpustakaan,” Dalam hati aku mengangguk setuju. Memang benar. Perpustakaan itu tempat ternyaman disebuah ruangan.
“Dan seperti saat bersama kamu. Seperti saat ini.” Aku menoleh kearahnya.
“Maksud Kak Chalvin?” tanyaku bingung. Dia mengalihkan pandangannya kepadaku. Menatap mataku.
Dia tersenyum simpul. “Aku tau sebenernya waktu SMA kamu suka ngelihatin aku di perpus.” Aku? Tentu saja kaget. Ah, perkiraan ku selama ini ternyata salah besar. Aku kira..
“Kamu kira aku gak tau?” tanyanya yang semakin membuatku merah padam. Aku Cuma bisa mengangguk mengiyakan pertanyaannya. Duh malu banget aku. Dan sekarang aku sedang menunduk sambil memainkan jari – jariku yang mungil.
“Aku sedih banget saat harus pisah dengan cinta pertamaku. Tapi aku gak bisa buat gak ninggalin dia. Nenekku sedang kritis di kotanya saat itu. Tapi beberapa tahun kemudian aku balik ke rumah lamaku. Setelah pulang, aku langsung menemuinya, tetapi yang kulihat rumahnya kosong. Kata tetanggaku dia sudah pindah. Aku sangat sedih saat itu. Setahun setelah aku bersekolah di SMA Karini, aku tak sempat tak sengaja menatap mata seorang gadis. Matanya yang indah mengingatkan ku dengan cinta pertamaku, tapi tak lama kemudian gadis itu cepat – cepat pergi. Dan mulai saat itu feeling ku merasa bahwa dia adalah cinta pertamaku. Aku merasa sangat bersyukur, setelah aku mengetahui bahwa sebenarnya dia adalah cinta pertamaku. Gadis yang selama ini aku cari dan kurindukan,” Aku menunduk semakin dalam. Ternyata Chalvin sudah mencintai seorang gadis. Dalam hatinya ternyata sudah ada yang menempatinya. Aku ingin menangis. Oh, Ailyn kamu jangan sampai menangis. Jangan sampai membuatnya bingung. Kamu tuh bukan siapa – siapanya. Sekarang, air mataku sudah tak dapat kubendung lagi. Tetesan bening tersebut mengalir di pipiku.
“Ketika aku akan mengungkapkan perasaanku padanya, tiba – tiba nenekku kembali kritis dan aku harus ikut Mamaku. Setelah tujuh bulan kritis ternyata nenekku meninggal. Aku juga merasa sangat sedih atas meninggalnya nenekku. Setelah itu aku kembali ke kota ini dan memasuki salah satu universitas. Ternyata Tuhan memang sangat baik kepadaku, aku dipertemukan dengannya lagi. Aku benar – benar tak menyangka, tapi aku sangat bahagia.” Kulirik Chalvin dengan mata yang masih beruraian air mata dia tersenyum sambil menatap lurus kedepan. Mengingat – ngingat apa yang dia ceritakan. Aku kembali menunduk, lagi – lagi meneteskan air mataku yang menyebalkan ini. Duh, kalian berhenti napa sih?!
“Dan sekarang aku benar – benar bersamanya. Dia ada didepanku sekarang.” Aku mengangkat wajahku yang sudah basah karna air mata. Bingung dengan pernyataannya.
Dia mengusap pipiku lembut dan hati – hati. Aku menatap wajahnya yang tampan sedang tersenyum menatapku.
“Aku,” Dia melepaskan tangannya yang berada di pipiku. Dan beralih dengan menggenggam tanganku.
“Aku cinta kamu Ailyn.” Aku kaget dengan ucapannya.
Would you be my girlfriend?” Aku Cuma bisa menganga mendengar ucapannya. Jantungku kini sudah berlarian kesana – kemari. Air mata yang tadinya teru mengalir mendengar ceritanya pun sekarang berhenti tanpa kusuruh. Aku kaget.
“Ailyn?”
“Ailyn?”                 
“Yes. I would be your girlfriend.” Ucapku cepat tanpa ku sadari. Lagi – lagi aku kembali menganga lebar. Oh, aku tak menduganya.
Dia tersenyum manis padaku, menampilkan lesungnya. “Lihatlah dibelakangmu.” Aku menurut, membalikkan badan dan membelakangi Chalvin. Aku semakin menganga lebar melihat tulisan ‘Wo ai ni’ tersebut terpampang manis di atas permukaan danau ini. Sungguh sangat indah sekali. Di sekelilingnya ditaruh bunga matahari bewarna orange. Matahari yang sedang tenggelam saat ini pun menambah indahnya suasana. Ini benar – benar sangat romantis.
“Kau tahu, aku suka disini ketika matahari sedang tenggelam. Dan saat itulah dirimu selalu muncul dibenakku.” Ucapnya lembut.
“Dan sekarang, kamu benar – benar ada di sisihku.” Lanjutnya yang membuatku semakin tersipu malu.
Yah, mungkin cinta itu tak selamanya dipendam. Tapi, kita juga tak secepat itu mengungkapkannya. Karna cinta sendiri juga memerlukan waktu. Seperti aku dan dirimu. Kita membutuhkan waktu kapan kita harus bersama. Cinta bukan awal dari kebahagian, tetapi awal dari pengorbanan kita mendapatkan cinta tersebut. Dan aku benar – benar tak menyangka. Sekarang aku bersamanya setelah kita berpisah lama. Wow, he is the great my fisrt love. And I very love Chalvin. Wo hen ai Kak.


THE END

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lirik Lagu Siti Nurhaliza - Nirmala

Diciptakan seorang insan Lembut hati bak redup pandangan Pabila berkata Seluruh alam menyaksikan kesyaduhan Bagai tersentuh rasa percaya Tika terdengarkan Aduhai... (1) Telah jauh berkelana entah di mana Ada rasa hanya kuntum kasihnya Khabar itu merelakan perjalanannya Ada jiwa hanya kuntum kasihnya Biar panas membakar  Biar ranjau mencabar Telah mekar hati seindah purnama Dipujuk segala rajuk Sepi rindu adakala Meracun imannya (Biar panas membakar  Biar ranjau mencabar Telah mekar hati seindah purnama) (2) Siapa menyapa bagai pelita Arah yang menghilang tika gelita (Duhai kasih bulan saksi) Tatap tidak ditatap Kotakan di dada yang terdetik Temukan sang cinta (Angin pun mula becerita Semesta nyata terpedaya) Kekasih tak berbahasa Getir fikir derita mengharap Suara... (Tangis bagai gerimis Hati bak tasik pedih Cuba cari hakikat Temukan azimat) (Kasih gundah gerhana Diam tak berirama Gusar

Lirik Lagu Siti Nurhaliza - Percayalah

Suasana sepi begini Panahan rindu menusuk hati Tak mungkin kau sedari Lantas ku titip puisi kasih Agar gelora tidak merintih Sengsara pun menyisih Dengarkanlah suara hati  Moga dikau mampu mengerti Cinta hadir tanpa ku rasa simpati Percayalah Kasihmu lama tersuram Di ruang paling dalam Terlalu jauh tak terselam Ku akui Dugaan datang jua pergi Rela ku menghadapi Dengan harapan suci Do'a bersemi Kasih Usah bak suria kau hadir Persis ombak memukul ke sisir Bimbang cinta terusir Kerna rindu pastikan hadir Airmata setia mengalir Berjanjilah ia tak mungkin kan berakhir Oh oh.. Percayalah... Kerna rindu pastikan lahir Airmata setia mengalir Berjanjilah ia tak mungkin kan berakhir Percayalah Kasihmu lama tersuram Di ruang paling dalam Terlalu jauh tak terselam Ku akui Dugaan datang jua pergi Rela ku menghadapi Dengan harapan suci Do'a bersemi Kasih Usah bak suria kau hadir Persis ombak

Lirik Lagu Siti Nurhaliza - Azimat Cinta

Cahaya cinta menyinar Berkilauanlah selautan kasih Bercahaya... Bagaikan butiran permata Seolah-olah terapung Di permukaannya... Daku menjejaki pantai rindu Mengutip kasih yang terdampar Kau merantaikannya satu demi satu Dengan kasih sayangmu Kini menjadi kalungan azimat cinta... C/O Walau tidak dibasahi hujan Namun tempiasnya menyegarkan Biarpun rembulan tidak di ribaan Namun cahyanya cukup menerangi bayangan * Harumlah... Cinta di jiwa... Sewangi kasturi syurgawi... Semoga bahgia jadi milik kita... Nan abadi selama-lamanya Daku menjejaki pantai rindu Menyaksikan rintihan berlalu Ombak resah menghempas diri Hanyutkanlah kedukaan Bawalah jauh daripada bayangan... ULANG C/O & * Andai sinar mentari Terlindung di balik redupan awanan Yang berlabuh... Singkaplah tirai kasihmu Agar bisa ia menyinarkan cahayanya Untuk kita berdua...