“Sya.. gue seneng banget deh Sya.”
Ucap Derril sambil mencatat materi yang dituliskan oleh Nanda sekretaris
kelasku. Yap, kita lagi dapat tugas mencatat karna guru yang mengajar sedang
ada rapat.
“Emang
Lo seneng gegara apa?” tanyaku sembari meliriknya sejenak dan melanjutkan
mencatat.
“Akhirnya Sya. Akhirnya gue jadian sama Risti.” Jawaban Derril membuatku seperti ada tembak yang tiba-tiba menancap dalam hatiku. Aku emang gak kaget jika mendengar hal ini. Tapi mendengar Derril berpacaran dengan Risti membuat hatiku sakit.
“Makasih
lho Sya atas semangatnya. Jika gak ada elo mungkin gue masih bersembunyi
dibalik cangkang keong.” aku menahan tangisku agar tidak pecah. Ku tahan air
mataku agar tidak keluar.
Derril.
Dia adalah sahabatku sejak aku masih duduk dibangku SD. Sahabat sekaligus cinta
pertamaku. Memang kisahku sangat mainstream. Tapi aku tak bisa menyangkal kalau
aku mencintai sahabatku.
Tapi
cintaku hanya bertepuk sebelah tangan. Derril tidak mencintaiku. Derril hanya
menganggapku sebagai seorang sahabat sejak kecil dan menganggapku sebagai
adiknya yang harus dia lindungi.
Derril
jatuh cinta kepada salah satu adik kelasku. Dia adalah Runa. Runa itu gadis
yang cantik, ceria, dan tentunya mempunyai pesona yang dapat mengikat Derril.
Sejak
hari pertama MOS Derril sudah jatuh cinta dengan gadis itu. Dia berusaha untuk
mendekati Runa. Sehingga puncaknya adalah tadi malam.
Aku
menyuruh Derril secepatnya untuk menembak Runa. Dan akhirnya kemarin dia bercerita
akan menembak Runa nanti malam. Dan Derril benar-benar serius dengan ucapannya.
Sebenarnya
aku sendiri juga bingung. Kenapa aku menyuruh
Derril menembak Runa. Padahal ketika melihat Derril bersama dengan Runa dalam
hati aku merasa cemburu.
Ah,
sebenarnya dulu aku bingung tentang apa yang harus kulakukan kepada sahabatku
yang sedang jatuh cinta. Tetapi pikiranku tentang aku yang tidak mungkin
mendapatkan Derril membuatku mendukungnya dan memendam rasa sakit hatiku.
Tetapi
kali ini aku harus merasakan sakit lebih dari biasanya, melihat Derril bersama
dengan Runa. Menjadi sepasang pasangan.
“Sya..
Tisya.. Kok elo malah nangis sih?” tanya Derril membuatku tersentak dari
lamunan sekilas tentang perasaan ku kepada Derril.
“Hah..
enggak kok Ril tadi mataku kelilipan.” Jawabku sambil mengusap air mataku yang
dengan beraninya keluar dari bendungan.
“Lo gak lupa kan tentang pajak jadian lo sama Risti?” tanyaku terlihat biasa saja. Padahal aku ingin menangis sejadi-jadinya.
“Tenang
gue gak lupa kok. Emang lo mau ditraktir apaan?” tanya Derril dan wajahnya
terlihat berpikir apa yang akan aku minta
.
“Batagor Pak Somat 4 porsi dengan bumbu kacangnya yang banyak.” Kataku mantap.
.
“Batagor Pak Somat 4 porsi dengan bumbu kacangnya yang banyak.” Kataku mantap.
“Hahahaha emang Lo bisa ngehabisin
semua itu?”
“Ya enggak. Tapi 4 porsi itu selama 4
hari. Lumayan kan gue bisa pengiritan.” Sejenak aku bisa melupakan sakit
hatiku.
“Dasar deh Tisya sukanya pengiritan.”
Cibir Derril.
“Ya dari pada kayak elo sukanya
boros.” Balasku tak mau kalah dengan Derril.
“Heh, gue gak boros ya. Emang lo sendiri
aja yang terlalu berpengiritan.”
“Biarin.” Kataku sambil menjulurkan
lidah.
Jam ke 4 selesai. Para siswa
dipersilahkan istirahat.
“Udah bel tuh Sya. Ke kantin yuk.”
Ajak Derril sambil membereskan alat tulisnya.
“Bentar.” Kataku sambil menyelesaikan
catatanku yang kurang 4 kalimat lagi.
“Kak Derril.” Panggil seseorang yang
membuatku langsung menoleh.
Yap. Risti. Aku tersenyum masam
melihat kedatangan Risti dan melanjutkan menyelasaikan catatanku. Tentu saja
senyumku tidak diketahui oleh Derril dan Risti.
“Kangen ya.. langsung nemuin aku
duluan.” Ucap Derril. Tisya jangan sedih. Kuatkanlah dirimu.
“Iya. Kak ayo ke kantin.” Ajak Risti
sambil memeluk lengan Derril. Huft.
“Iya ini lagi nungguin si Tisya. Dari
tadi nyalin gak selesai-selesai kayak orang lagi mbatik aja.” Aku melirik
Derril sebal karna perkataan Derril.
“Yaudah deh kalian duluan aja. Entar
gue nyusul.” Bukan. Ini bukan jawaban pastiku mengenai pernyataan Derril yang
menungguku kelamaan. Mungkin aku akan kesana setelah ini. Mungkin juga tidak.
“Oh yaudah bye Tisya.”
“Duluan ya Kak Sya..” Ini Risti yang
ngucapin. Aku hanya melambaikan tangan kepada mereka.
Setelah tidak melihat mereka lagi aku
menenggelamkan wajahku di lipatan tangan yang ku letakkan di atas meja.
Tuhan, apakah sesakit ini? Melihat
sahabat yang ku cintai bersama dengan kekasih hatinya.
Aku salah. Seharusnya aku tidak
mencintai Derril. Perasaan ini tidak seharusnya hinggap dalam hatiku.
Seharusnya aku menghentikan perasaan ini sebelum perasaan ini semakin dalam.
Tapi apa yang ku lakukan. Aku terus menjelajah perasaan ini dan akhirnya aku
terperosok semakin jauh.
Apa yang harus ku lakukan untuk
mencabut perasaan ini darinya? Bagaimana bisa agar aku tidak mencintai Derril
lagi? Menjauhinya? Kedengarannya sangat asing bagiku. Aku dan Derril tidak
pernah berpisah pada beberapa waktu. Kami selalu bersama. Menghabiskan waktu
sehari tiap minggu di rumahku atau di rumah Derril dikala sedang libur.
Berangkat dan pulang sekolah bersama-sama. Malam mingguan bersama-sama. Dan
masih banyak hal yang membuatku tak bisa mengungkapkan semua itu.
Tetapi mungkin dengan menjauhi Derril
sejenak aku bisa mencabut perasaan yang menancap di dalam hatiku. Aku bisa
menetralkan hatiku kepada Derril seperti aku dan Derril berteman di masa-masa
SD.
Ya menjauhi Derril adalah pilihan
terbaik untuk mengembalikan semua yang belum pernah terjadi dengan hatiku
kepada Derril.
Dan untuk mengembalikan semua itu
secepatnya, aku akan melakukan pilihan menjauhi Derril secepatnya juga sampai
aku bisa mencabut perasaanku kepada Derril.
***
Sudah semingguan ini aku menjauhi
Derril. Aku juga pindah tempat duduk yang semula duduk di meja yang sama dengan
Derril kini telah meminta Aril yang semula duduk bersama Winda bergantian
tempat duduk denganku. Posisi meja Winda dan Derril yang berjauhan membuatku
bersyukur karna aku dengan mudah menghidari Derril.
Jika Derril bertanya kenapa aku
berpindah tempat duduk aku menjawab kalau aku ingin belajar bahasa Belanda
kepada Winda. Winda memang bisa berbicara dengan bahasa Belanda. Papanya adalah
orang Belanda. Sejak kecil Winda sudah dibiasakan berbicara dengan bahasa
Belanda.
Sekarang aku juga sudah tidak lagi
berangkat dan pulang bareng Derril. Terkadang Derril juga mengajakku berangkat
atau pulang bareng bersamanya atau bersama dengan Risti juga. Tapi aku selalu
menolaknya. Tentu saja dengan mengatakan berbagai alasan yang keluar begitu
saja atau alasan yang sebelumnya ku pikirkan baik-baik.
Kemarin sewaktu hari Minggu Derril ke
rumahku. Tapi aku bersembunyi dan menyuruh Mama untuk bilang pada Derril kalau
aku sedang ke rumah Oma.
Disaat-saat jam kosong atau istirahat
Derril juga berusaha berbicara kepadaku kenapa akhir-akhir ini aku menjauhinya.
Tapi sebelum dia mengatakan sesuatu aku selalu menyela Derril dan bilang kalau
aku mempunyai tugas yang harus ku selesaikan.
Tapi dibalik misi penetralan
perasaanku dengan cara menghindari Derril, ada sebuah kerinduan yang menyelinap
dalam hatiku. Aku merindukan sosok Derril yang selalu bersamaku.
Seperti yang pernah ku katakan kepada
kalian kalau aku tidak pernah berpisah dengan Derril. Dia selalu ada untukku.
Dia mengisi hari-hariku dengan berbagai candaan yang kami lakukan. Dia selalu
bisa membuatku tersenyum. Dan kini aku dan Derril harus berpisah beberapa waktu
karna misi penetralan hatiku.
‘Bagaimana jika hatimu tidak bisa
menetralkan perasaanmu?’ Bisikan itu lagi. Bisikan hati kecilku.
Jika hatiku tidak bisa menetralkan
perasaanku mungkin ah tentu saja aku harus menjauhi Derril selamanya. Aish,
memikirkan hal itu semakin membuatku sedih.
Aku masih menatap tubuh Derril yang
menghadap papan tulis di depan. Dia sedang maju mengerjakan soal matematika yang
tadi dituliskan oleh Bu Citra. Dengan lancar dia menuliskan rumus yang ku
yakini sudah di luar kepalanya dan memasukkan angka-angka pada rumus paten itu.
Tiba-tiba hatiku merindukan saat
dimana Derril mengajariku menyelesaikan soal-soal yang tidak ku mengerti. Dia
akan mengajariku apa yang aku tak bisa sampai aku bisa. Tapi sekarang jika aku
tidak bisa menyelesaikan soal-soal, haruskan aku bertanya kepada Derril padahal
perasaan ini masih menancap dalam hatiku?
Aku menoleh ketika Derril mengakhiri
menyelesaikan soalnya dengan hentakan titik di blackboard. Ketika Derril
berjalan ke tempatnya dia mengahlikan pandangannya ke tempatku. Ketika
pandangan kami bertemu aku segera memalingkan wajahku ke buku kimia yang ada
dihadapanku.
Bodoh! Kenapa aku tadi harus melihat
Derril sih. Harusnya aku tetap menunduk untuk menghidari tatapan Derril
sehingga misi penetralanku bisa berjalan lancar dan cepat selesai.
***
“Sya.. Lo kenapa sih kok sering
ngehindari gue terus?” tanya Derril tiba-tiba sudah duduk kursi Winda. Perasaan
tadi Derril udah keluar deh.
“Gue gak kenapa-napa kok.” Jawabku
sambil mengerjakan latihan soal matematika untuk menghindari tatapan Derril. Biasanya
aku langsung menghindari Derril dan pergi dengan berbagai alasan. Tetapi kali
ini aku sudah kehabisan alasan untuk menghindari Derril.
“Gue ada salah sama elo ya Sya?” tanya
Derril lagi. Aku hanya menggeleng pelan sambil membangun tambak rindu agar
tidak jebol.
“Jadi lo kenapa ngehindarin gue?”
sejenak aku menghentikan kegiatan mengerjakan latihan soal matematika dan
mengahlikan pandanganku ke Derril.
Ya Tuhan, aku benar-benar merindukan
sosok laki-laki yang ada di hadapanku. Entah mengapa aku melihat perbedaan raut
wajahnya yang tidak seperti biasa. Seperti frustasi? Aduh, aku kok malah ngaco
sih. Padahal kan Derril pasti sedang bahagia-bahagianya bersama Risti.
“Gue Cuma mau fokusin diri ke UN Ril.”
Jawabku akhirnya.
“Tapi lo kan gak harus ngehindari gue
kayak Sya.” Ucapnya dengan kesal. Kenapa Derril harus kesal?
“Maaf Ril.” Derril langsung
meninggalkanku sendiri di kelas.
Air mataku langsung menetes melihat
kepergian Derril. Rasanya aku tidak tahan menahan perasaan cinta dan rindu
kepada Derril yang akhirnya membuncah menjadi tangis.
***
Entah sudah berapa minggu ini aku dan
Derril saling menghindari sejak kejadian itu. Kali ini hatiku merasa lebih
sakit berkali lipat dari pada sebelumnya. Seperti yang ku lihat Derril dan
Risti mendapatkan julukan pasangan paling romantis di SMA ini.
Mereka selalu bersama. Ada Derril ada
Risti. Ketika melihat Derril tertawa karna Risti membuat hatiku rapuh. Sampai
saat ini aku belum bisa mengurangi kadar perasaanku kepada Derril.
Rindu yang kurasakan kepada Derril
semakin memupuk dalam hatiku. Dan hal itu membuatku tak bisa menjalankan misi
penetralan hatiku. Yang ada perasaanku semakin menjadi-jadi.
Seminggu lagi kami juga akan segera
ujian nasional. Sebentar lagi aku akan menuntaskan masa-masa SMA ku.
***
Ujian nasional sudah selesai. Bahkan
tanggal pengumuman kelulusan kini tinggal satu hari. Dan dua hari adalah hari
perpisahanku. Perasaan baru aja masuk ke SMA, tahu-tahu aku sudah mau lulus.
Dan ini adalah hari terakhir aku
bersemedi di rumah gara-gara nungguin hasil pengumuman. Yah lebih baik aku di
rumah dari pada aku harus di sekolah seperti sapi yang cuma bisa bengong.
Hari ini adalah hari pengumuman
kelulusan. Aku memfokuskan mataku menatap barisan nama-nama kelas IPA.
Tisya Armandala L 11
Aku bersyukur dalam hati. Kebahagiaan
memenuhi rongga dadaku.
Sekali lagi ku fokuskan mataku menatap
barisan nama-nama kelas IPA.
Derril Prasetyo L 1
Derril memang hebat. Aku tidak tahu
apa rahasia dia bisa mendapat rangking satu. Derril tidak pernah ke dukun atau
bersemayam di gunung Bromo. Yang ku tahu Derril adalah anak yang cerdas. Sejak
zaman SD pun dia selalu mendapatkan rangking 1. Dan lagi-lagi aku harus
memberikan hadiah kepada Derril karna mendapat rangking 1. Itu perjanjian kami
sejak kami masih SD. Entah kenapa waktu itu aku begitu bodohnya menyutujui hal
tersebut. Dan akhirnya aku yang terus-menerus memberikan kado untuk Derril.
Selama libur Derril berusaha bertemu
denganku. Dia selalu menghubungi ku. Menelfon, sms, ke rumahku, tetapi aku
selalu mengacuhkan Derril. Itu semua ku lakukan karna misi penetralan hatiku.
Derril juga meminta maaf atas kejadian dia saling menghindariku lewat smsnya.
Ya, karna jika lewat telfon ataupun langsung tentunya aku lebih dulu
menghindarinya. Bahkan ketika aku menerima sms Derril itu aku akan menghapusnya
sebelum membaca, tetapi entah mengapa hati kecilku berkata aku harus
membacanya.
***
Hari perpisahan.
Hari ini aku memakai sebuah kebaya
bewarna tosca dengan bawahan berwarna coklat. Rambutku disanggul dan
diberi hiasan. Wajahku yang biasanya hanya di polesi bedak tabur kini diberi
macam-macam bedak dan teman-temannya.
Kini aku sudah duduk di kursi yang
sudah disiapkan untuk para siswa-siswi yang akan dilepaskan oleh sekolah.
Seperti biasa aku duduk di samping Winda. Kursi laki-laki dan perempuan
dibedakan. Untuk yang perempuan di sebelah kanan dan untuk yang laki-laki
disebelah kiri dan dibatasi oleh sebuah jalan yang di atasnya dikasih karpet.
Dari tadi aku belum melihat sosok
Derril. Aku tidak berani menyapukan pandanganku ke segala arah. Aku sedari tadi
hanya menatap ke depan ataupun hanya menunduk menatap bingkisan kado yang masih
kubungkus lagi dengan plastik kresek yang akan ku berikan kepada Derril.
Yah, semalam aku berpikir apakah aku
harus memberikan kado kepada Derril sedang aku saja masih dalam misi penetralan
hatiku. Memberi kado Derril tentunya mengingatkanku pada Derril dan membuatku
semakin sulit untuk melupakan perasaanku. Tetapi perjanjian ku dan Derril di
masa SD membuatku tak bisa tidak memberikan kado kepada Derril.
Mungkin jika aku tidak bisa melakukan
misi penetralan hatiku, kado ini akan menjadi kado terakhirku kepada Derril.
Ah, rasanya aku benar-benar meridukan Derril.
Setelah 4 jam berlalu akhirnya acara
perpisahan ini berakhir. Aku lebih banyak melamun daripada memperhatikan acara
ini. Padahal menurut orang-orang hari perpisahan merupakan hari yang penting
untuk menumpahkan kesenangan kita sebelum kita berpisah dengan seseorang.
Tapi tidak denganku. Jika aku tidak
mencintai Derril pasti aku akan menumpahkan kesenanganku dan Derril sebelum aku
dan Derril berpisah. Yah dari dulu aku memang ingin melanjutkan kuliah ku di
Yogja sedangkan Derril tetap ingin ke Australi. Sehingga kita pasti berpisah
untuk sementara.
Tapi kali ini aku berpisah dengan
Derril bukan karna aku harus melanjutkan kuliah ku di luar kota saja, tetapi
sekaligus melupakan Derril selama aku kuliah. Dan seperti yang pernah aku
ucapkan jika aku tidak bisa melupakan Derril hari ini mungkin menjadi hari
terakhirku melihatnya bersamaan aku memberikan kado ini kepada Derril.
Kulihat teman-temanku sedang berfoto
mengabadikan momen-momen ini. Mereka tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang ada
selagi masih ada waktu bersama dengan teman-teman lain.
Tadi Winda dan teman-teman lain
mengajakku berfoto. Tapi aku cuma ikut beberapa jepretan saja.
Di ujung koridor ku lihat Derril
bersama dengan Risti. Sepertinya Risti sedang memberikan selamat atas kelulusan
Derril dan setelah itu mereka berpelukan.
Seperti ada paku yang menancap sangat
dalam di hatiku. Sakit. Aku segera meninggalkan sekolah ini untuk pulang. Lebih
baik aku pulang daripada tidak kuat menahan rasa sakit yang menancap dalam
hatiku.
Aku menumpahkan tangisku ketika sudah
sampai di rumah, tepatnya sudah sampai di kamar dan menutup pintu kamarku
rapat-rapat. Tak peduli dengan kebaya yang masih ku kenakan sejak tadi.
Ku tumpahkan segala perasaanku kepada
Derril yang terpendam dan semua rindu yang menyelinap di dalam perasaan ini
dengan air mata. Tidak lupa juga dengan perasaan cemburu kepada Risti.
Seseorang yang membuat Derril jatuh hati dan seseorang yang mengisi hati
Derril.
Perlahan-lahan memoriku bersama Derril
sejak pertama kali bertemu berputar dalam pikiranku. Hal itu membuat air mataku
semakin deras. Hingga sampai pada memori yang membuatku menyadari jika aku
mencintai Derril. Air mataku berhenti. Memori itu berputar sangat jelas di
pikiranku.
Saat-saat dimana Derril menolongku
dari serangan fans Derril yang bisa dibilang paling ganas. Mereka membullyku,
mencaciku yang tidak-tidak karna bisa dekat dengan Derril. Aku tidak bisa
berbuat apa-apa saat itu apalagi aku di tahan oleh fans Derril yang lain agar
aku tidak berontak. Aku hanya gadis yang lemah dan hanya mengeluarkan air mataku saat itu. Tapi
tidak lama saat mereka melakukan aksi pembully-an itu kepadaku Derril datang
dengan wajah merah padam.
Derril langsung menampar pipi Hana –
fans Derril yang paling ganas – dan mengancam mereka semua jika mereka berani
membuatku terjadi apa-apa lagi.
Derril langsung menggendongku ala
bridal style dan menyelamatkanku dari kandang fans-fans gila ini. Aku tidak
tahu aku dibawa kemana oleh Derril yang kurasakan aku merasa aman berada di
gendongan Derril.
Aku menyembunyikan wajahku di dada
bidang Derril. Harum parfum Derril entah mengapa membuat jantungku berdebar
kencang. Di dalam hatiku ada perasaan hangat yang menjalar di dalam hatiku.
Dan sejak saat itu aku menyadari bahwa
perasaan hangat yang menyelinap itu bukanlah perasaan biasa. Perasaan itu
adalah perasaan cinta yang lebih dari batas persahabatan.
***
Aku meletakkan kado yang belum sempat ku berikan kepada Derril kemarin. Kuletakkan kado itu di atas pagar dan sebelumnya sudah kutulis Untuk Derril di atas kado tersebut.
Aku meletakkan kado yang belum sempat ku berikan kepada Derril kemarin. Kuletakkan kado itu di atas pagar dan sebelumnya sudah kutulis Untuk Derril di atas kado tersebut.
Sebelum
aku berangkat ke Yogja ku tatap jendela kamar Derril yang masih tertutup. Aku
menghela napas. Sudah cukup aku bersedih. Sudah saatnya aku melanjutkan misi
penetralan hatiku lagi. Aku akan berusaha keras kali ini. Menghilangkan rasa
cinta yang bergelut manja dalam hatiku. Memang tidak seharusnya aku memiliki
perasaan ini kepada sahabatku, tetapi apalah dayaku? Aku tidak bisa menahan
perasaan ini agar tidak muncul dalam hatiku.
Aku memasuki taksi dan pergi ke bandara untuk terbang ke Jogja. Mulai sekarang misiku akan ku jalankan dengan lancar. Aku tidak perlu menghindari Derril lagi. Aku tidak bertemu Derril lagi. Dan aku bisa menghilangkan perasaanku kepada Derril. Ya semoga aku bisa menjalankan misi tersebut.
Selamat tinggal, Derril. Semoga kita bisa bertemu di kala waktu aku sudah tidak mempunyai perasaan padamu lagi.
THE END
Komentar
Posting Komentar