Langsung ke konten utama

Seharusnya



“Sya.. gue seneng banget deh Sya.” Ucap Derril sambil mencatat materi yang dituliskan oleh Nanda sekretaris kelasku. Yap, kita lagi dapat tugas mencatat karna guru yang mengajar sedang ada rapat.
 “Emang Lo seneng gegara apa?” tanyaku sembari meliriknya sejenak dan melanjutkan mencatat.

“Akhirnya Sya. Akhirnya gue jadian sama Risti.” Jawaban Derril membuatku seperti ada tembak yang tiba-tiba menancap dalam hatiku. Aku emang gak kaget jika mendengar hal ini. Tapi mendengar Derril berpacaran dengan Risti membuat hatiku sakit.
“Makasih lho Sya atas semangatnya. Jika gak ada elo mungkin gue masih bersembunyi dibalik cangkang keong.” aku menahan tangisku agar tidak pecah. Ku tahan air mataku agar tidak keluar.
Derril. Dia adalah sahabatku sejak aku masih duduk dibangku SD. Sahabat sekaligus cinta pertamaku. Memang kisahku sangat mainstream. Tapi aku tak bisa menyangkal kalau aku mencintai sahabatku.
Tapi cintaku hanya bertepuk sebelah tangan. Derril tidak mencintaiku. Derril hanya menganggapku sebagai seorang sahabat sejak kecil dan menganggapku sebagai adiknya yang harus dia lindungi.
 
Derril jatuh cinta kepada salah satu adik kelasku. Dia adalah Runa. Runa itu gadis yang cantik, ceria, dan tentunya mempunyai pesona yang dapat mengikat Derril.
Sejak hari pertama MOS Derril sudah jatuh cinta dengan gadis itu. Dia berusaha untuk mendekati Runa. Sehingga puncaknya adalah tadi malam.
Aku menyuruh Derril secepatnya untuk menembak Runa. Dan akhirnya kemarin dia bercerita akan menembak Runa nanti malam. Dan Derril benar-benar serius dengan ucapannya.
Sebenarnya aku  sendiri juga bingung. Kenapa aku menyuruh Derril menembak Runa. Padahal ketika melihat Derril bersama dengan Runa dalam hati aku merasa cemburu.
Ah, sebenarnya dulu aku bingung tentang apa yang harus kulakukan kepada sahabatku yang sedang jatuh cinta. Tetapi pikiranku tentang aku yang tidak mungkin mendapatkan Derril membuatku mendukungnya dan memendam rasa sakit hatiku.
Tetapi kali ini aku harus merasakan sakit lebih dari biasanya, melihat Derril bersama dengan Runa. Menjadi sepasang pasangan.
“Sya.. Tisya.. Kok elo malah nangis sih?” tanya Derril membuatku tersentak dari lamunan sekilas tentang perasaan ku kepada Derril.
“Hah.. enggak kok Ril tadi mataku kelilipan.” Jawabku sambil mengusap air mataku yang dengan beraninya keluar dari bendungan.

“Lo gak lupa kan tentang pajak jadian lo sama Risti?” tanyaku terlihat biasa saja. Padahal aku ingin menangis sejadi-jadinya.
“Tenang gue gak lupa kok. Emang lo mau ditraktir apaan?” tanya Derril dan wajahnya terlihat berpikir apa yang akan aku minta
. 
“Batagor Pak Somat 4 porsi dengan bumbu kacangnya yang banyak.” Kataku mantap.
“Hahahaha emang Lo bisa ngehabisin semua itu?”
“Ya enggak. Tapi 4 porsi itu selama 4 hari. Lumayan kan gue bisa pengiritan.” Sejenak aku bisa melupakan sakit hatiku.
“Dasar deh Tisya sukanya pengiritan.” Cibir Derril.
“Ya dari pada kayak elo sukanya boros.” Balasku tak mau kalah dengan Derril.
“Heh, gue gak boros ya. Emang lo sendiri aja yang terlalu berpengiritan.”
“Biarin.” Kataku sambil menjulurkan lidah.
Jam ke 4 selesai. Para siswa dipersilahkan istirahat.
“Udah bel tuh Sya. Ke kantin yuk.” Ajak Derril sambil membereskan alat tulisnya.
“Bentar.” Kataku sambil menyelesaikan catatanku yang kurang 4 kalimat lagi.
“Kak Derril.” Panggil seseorang yang membuatku langsung menoleh.
Yap. Risti. Aku tersenyum masam melihat kedatangan Risti dan melanjutkan menyelasaikan catatanku. Tentu saja senyumku tidak diketahui oleh Derril dan Risti.
“Kangen ya.. langsung nemuin aku duluan.” Ucap Derril. Tisya jangan sedih. Kuatkanlah dirimu.
“Iya. Kak ayo ke kantin.” Ajak Risti sambil memeluk lengan Derril. Huft.
“Iya ini lagi nungguin si Tisya. Dari tadi nyalin gak selesai-selesai kayak orang lagi mbatik aja.” Aku melirik Derril sebal karna perkataan Derril.
“Yaudah deh kalian duluan aja. Entar gue nyusul.” Bukan. Ini bukan jawaban pastiku mengenai pernyataan Derril yang menungguku kelamaan. Mungkin aku akan kesana setelah ini. Mungkin juga tidak.
“Oh yaudah bye Tisya.”
“Duluan ya Kak Sya..” Ini Risti yang ngucapin. Aku hanya melambaikan tangan kepada mereka.
Setelah tidak melihat mereka lagi aku menenggelamkan wajahku di lipatan tangan yang ku letakkan di atas meja.
Tuhan, apakah sesakit ini? Melihat sahabat yang ku cintai bersama dengan kekasih hatinya.
Aku salah. Seharusnya aku tidak mencintai Derril. Perasaan ini tidak seharusnya hinggap dalam hatiku. Seharusnya aku menghentikan perasaan ini sebelum perasaan ini semakin dalam. Tapi apa yang ku lakukan. Aku terus menjelajah perasaan ini dan akhirnya aku terperosok semakin jauh.
Apa yang harus ku lakukan untuk mencabut perasaan ini darinya? Bagaimana bisa agar aku tidak mencintai Derril lagi? Menjauhinya? Kedengarannya sangat asing bagiku. Aku dan Derril tidak pernah berpisah pada beberapa waktu. Kami selalu bersama. Menghabiskan waktu sehari tiap minggu di rumahku atau di rumah Derril dikala sedang libur. Berangkat dan pulang sekolah bersama-sama. Malam mingguan bersama-sama. Dan masih banyak hal yang membuatku tak bisa mengungkapkan semua itu.
Tetapi mungkin dengan menjauhi Derril sejenak aku bisa mencabut perasaan yang menancap di dalam hatiku. Aku bisa menetralkan hatiku kepada Derril seperti aku dan Derril berteman di masa-masa SD.
Ya menjauhi Derril adalah pilihan terbaik untuk mengembalikan semua yang belum pernah terjadi dengan hatiku kepada Derril.
Dan untuk mengembalikan semua itu secepatnya, aku akan melakukan pilihan menjauhi Derril secepatnya juga sampai aku bisa mencabut perasaanku kepada Derril.
***
Sudah semingguan ini aku menjauhi Derril. Aku juga pindah tempat duduk yang semula duduk di meja yang sama dengan Derril kini telah meminta Aril yang semula duduk bersama Winda bergantian tempat duduk denganku. Posisi meja Winda dan Derril yang berjauhan membuatku bersyukur karna aku dengan mudah menghidari Derril.
Jika Derril bertanya kenapa aku berpindah tempat duduk aku menjawab kalau aku ingin belajar bahasa Belanda kepada Winda. Winda memang bisa berbicara dengan bahasa Belanda. Papanya adalah orang Belanda. Sejak kecil Winda sudah dibiasakan berbicara dengan bahasa Belanda.
Sekarang aku juga sudah tidak lagi berangkat dan pulang bareng Derril. Terkadang Derril juga mengajakku berangkat atau pulang bareng bersamanya atau bersama dengan Risti juga. Tapi aku selalu menolaknya. Tentu saja dengan mengatakan berbagai alasan yang keluar begitu saja atau alasan yang sebelumnya ku pikirkan baik-baik.
Kemarin sewaktu hari Minggu Derril ke rumahku. Tapi aku bersembunyi dan menyuruh Mama untuk bilang pada Derril kalau aku sedang ke rumah Oma.
Disaat-saat jam kosong atau istirahat Derril juga berusaha berbicara kepadaku kenapa akhir-akhir ini aku menjauhinya. Tapi sebelum dia mengatakan sesuatu aku selalu menyela Derril dan bilang kalau aku mempunyai tugas yang harus ku selesaikan.
Tapi dibalik misi penetralan perasaanku dengan cara menghindari Derril, ada sebuah kerinduan yang menyelinap dalam hatiku. Aku merindukan sosok Derril yang selalu bersamaku.
Seperti yang pernah ku katakan kepada kalian kalau aku tidak pernah berpisah dengan Derril. Dia selalu ada untukku. Dia mengisi hari-hariku dengan berbagai candaan yang kami lakukan. Dia selalu bisa membuatku tersenyum. Dan kini aku dan Derril harus berpisah beberapa waktu karna misi penetralan hatiku.
‘Bagaimana jika hatimu tidak bisa menetralkan perasaanmu?’ Bisikan itu lagi. Bisikan hati kecilku.
Jika hatiku tidak bisa menetralkan perasaanku mungkin ah tentu saja aku harus menjauhi Derril selamanya. Aish, memikirkan hal itu semakin membuatku sedih.
Aku masih menatap tubuh Derril yang menghadap papan tulis di depan. Dia sedang maju mengerjakan soal matematika yang tadi dituliskan oleh Bu Citra. Dengan lancar dia menuliskan rumus yang ku yakini sudah di luar kepalanya dan memasukkan angka-angka pada rumus paten itu.
Tiba-tiba hatiku merindukan saat dimana Derril mengajariku menyelesaikan soal-soal yang tidak ku mengerti. Dia akan mengajariku apa yang aku tak bisa sampai aku bisa. Tapi sekarang jika aku tidak bisa menyelesaikan soal-soal, haruskan aku bertanya kepada Derril padahal perasaan ini masih menancap dalam hatiku?
Aku menoleh ketika Derril mengakhiri menyelesaikan soalnya dengan hentakan titik di blackboard. Ketika Derril berjalan ke tempatnya dia mengahlikan pandangannya ke tempatku. Ketika pandangan kami bertemu aku segera memalingkan wajahku ke buku kimia yang ada dihadapanku.
Bodoh! Kenapa aku tadi harus melihat Derril sih. Harusnya aku tetap menunduk untuk menghidari tatapan Derril sehingga misi penetralanku bisa berjalan lancar dan cepat selesai.
***
“Sya.. Lo kenapa sih kok sering ngehindari gue terus?” tanya Derril tiba-tiba sudah duduk kursi Winda. Perasaan tadi Derril udah keluar deh.
“Gue gak kenapa-napa kok.” Jawabku sambil mengerjakan latihan soal matematika untuk menghindari tatapan Derril. Biasanya aku langsung menghindari Derril dan pergi dengan berbagai alasan. Tetapi kali ini aku sudah kehabisan alasan untuk menghindari Derril.
“Gue ada salah sama elo ya Sya?” tanya Derril lagi. Aku hanya menggeleng pelan sambil membangun tambak rindu agar tidak jebol.
“Jadi lo kenapa ngehindarin gue?” sejenak aku menghentikan kegiatan mengerjakan latihan soal matematika dan mengahlikan pandanganku ke Derril.
Ya Tuhan, aku benar-benar merindukan sosok laki-laki yang ada di hadapanku. Entah mengapa aku melihat perbedaan raut wajahnya yang tidak seperti biasa. Seperti frustasi? Aduh, aku kok malah ngaco sih. Padahal kan Derril pasti sedang bahagia-bahagianya bersama Risti.
“Gue Cuma mau fokusin diri ke UN Ril.” Jawabku akhirnya.
“Tapi lo kan gak harus ngehindari gue kayak Sya.” Ucapnya dengan kesal. Kenapa Derril harus kesal?
“Maaf Ril.” Derril langsung meninggalkanku sendiri di kelas.
Air mataku langsung menetes melihat kepergian Derril. Rasanya aku tidak tahan menahan perasaan cinta dan rindu kepada Derril yang akhirnya membuncah menjadi tangis.
***
Entah sudah berapa minggu ini aku dan Derril saling menghindari sejak kejadian itu. Kali ini hatiku merasa lebih sakit berkali lipat dari pada sebelumnya. Seperti yang ku lihat Derril dan Risti mendapatkan julukan pasangan paling romantis di SMA ini.
Mereka selalu bersama. Ada Derril ada Risti. Ketika melihat Derril tertawa karna Risti membuat hatiku rapuh. Sampai saat ini aku belum bisa mengurangi kadar perasaanku kepada Derril.
Rindu yang kurasakan kepada Derril semakin memupuk dalam hatiku. Dan hal itu membuatku tak bisa menjalankan misi penetralan hatiku. Yang ada perasaanku semakin menjadi-jadi.
Seminggu lagi kami juga akan segera ujian nasional. Sebentar lagi aku akan menuntaskan masa-masa SMA ku.
***
Ujian nasional sudah selesai. Bahkan tanggal pengumuman kelulusan kini tinggal satu hari. Dan dua hari adalah hari perpisahanku. Perasaan baru aja masuk ke SMA, tahu-tahu aku sudah mau lulus.
Dan ini adalah hari terakhir aku bersemedi di rumah gara-gara nungguin hasil pengumuman. Yah lebih baik aku di rumah dari pada aku harus di sekolah seperti sapi yang cuma bisa bengong.
Hari ini adalah hari pengumuman kelulusan. Aku memfokuskan mataku menatap barisan nama-nama kelas IPA.
Tisya Armandala L 11
Aku bersyukur dalam hati. Kebahagiaan memenuhi rongga dadaku.
Sekali lagi ku fokuskan mataku menatap barisan nama-nama kelas IPA.
Derril Prasetyo L 1
Derril memang hebat. Aku tidak tahu apa rahasia dia bisa mendapat rangking satu. Derril tidak pernah ke dukun atau bersemayam di gunung Bromo. Yang ku tahu Derril adalah anak yang cerdas. Sejak zaman SD pun dia selalu mendapatkan rangking 1. Dan lagi-lagi aku harus memberikan hadiah kepada Derril karna mendapat rangking 1. Itu perjanjian kami sejak kami masih SD. Entah kenapa waktu itu aku begitu bodohnya menyutujui hal tersebut. Dan akhirnya aku yang terus-menerus memberikan kado untuk Derril.
Selama libur Derril berusaha bertemu denganku. Dia selalu menghubungi ku. Menelfon, sms, ke rumahku, tetapi aku selalu mengacuhkan Derril. Itu semua ku lakukan karna misi penetralan hatiku. Derril juga meminta maaf atas kejadian dia saling menghindariku lewat smsnya. Ya, karna jika lewat telfon ataupun langsung tentunya aku lebih dulu menghindarinya. Bahkan ketika aku menerima sms Derril itu aku akan menghapusnya sebelum membaca, tetapi entah mengapa hati kecilku berkata aku harus membacanya.
***
Hari perpisahan.
Hari ini aku memakai sebuah kebaya bewarna tosca dengan bawahan berwarna coklat. Rambutku disanggul dan diberi hiasan. Wajahku yang biasanya hanya di polesi bedak tabur kini diberi macam-macam bedak dan teman-temannya.
Kini aku sudah duduk di kursi yang sudah disiapkan untuk para siswa-siswi yang akan dilepaskan oleh sekolah. Seperti biasa aku duduk di samping Winda. Kursi laki-laki dan perempuan dibedakan. Untuk yang perempuan di sebelah kanan dan untuk yang laki-laki disebelah kiri dan dibatasi oleh sebuah jalan yang di atasnya dikasih karpet.
Dari tadi aku belum melihat sosok Derril. Aku tidak berani menyapukan pandanganku ke segala arah. Aku sedari tadi hanya menatap ke depan ataupun hanya menunduk menatap bingkisan kado yang masih kubungkus lagi dengan plastik kresek yang akan ku berikan kepada Derril.
Yah, semalam aku berpikir apakah aku harus memberikan kado kepada Derril sedang aku saja masih dalam misi penetralan hatiku. Memberi kado Derril tentunya mengingatkanku pada Derril dan membuatku semakin sulit untuk melupakan perasaanku. Tetapi perjanjian ku dan Derril di masa SD membuatku tak bisa tidak memberikan kado kepada Derril.
Mungkin jika aku tidak bisa melakukan misi penetralan hatiku, kado ini akan menjadi kado terakhirku kepada Derril. Ah, rasanya aku benar-benar meridukan Derril.
Setelah 4 jam berlalu akhirnya acara perpisahan ini berakhir. Aku lebih banyak melamun daripada memperhatikan acara ini. Padahal menurut orang-orang hari perpisahan merupakan hari yang penting untuk menumpahkan kesenangan kita sebelum kita berpisah dengan seseorang.
Tapi tidak denganku. Jika aku tidak mencintai Derril pasti aku akan menumpahkan kesenanganku dan Derril sebelum aku dan Derril berpisah. Yah dari dulu aku memang ingin melanjutkan kuliah ku di Yogja sedangkan Derril tetap ingin ke Australi. Sehingga kita pasti berpisah untuk sementara.
Tapi kali ini aku berpisah dengan Derril bukan karna aku harus melanjutkan kuliah ku di luar kota saja, tetapi sekaligus melupakan Derril selama aku kuliah. Dan seperti yang pernah aku ucapkan jika aku tidak bisa melupakan Derril hari ini mungkin menjadi hari terakhirku melihatnya bersamaan aku memberikan kado ini kepada Derril.
Kulihat teman-temanku sedang berfoto mengabadikan momen-momen ini. Mereka tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang ada selagi masih ada waktu bersama dengan teman-teman lain.
Tadi Winda dan teman-teman lain mengajakku berfoto. Tapi aku cuma ikut beberapa jepretan saja.
Di ujung koridor ku lihat Derril bersama dengan Risti. Sepertinya Risti sedang memberikan selamat atas kelulusan Derril dan setelah itu mereka berpelukan.
Seperti ada paku yang menancap sangat dalam di hatiku. Sakit. Aku segera meninggalkan sekolah ini untuk pulang. Lebih baik aku pulang daripada tidak kuat menahan rasa sakit yang menancap dalam hatiku.
Aku menumpahkan tangisku ketika sudah sampai di rumah, tepatnya sudah sampai di kamar dan menutup pintu kamarku rapat-rapat. Tak peduli dengan kebaya yang masih ku kenakan sejak tadi.
Ku tumpahkan segala perasaanku kepada Derril yang terpendam dan semua rindu yang menyelinap di dalam perasaan ini dengan air mata. Tidak lupa juga dengan perasaan cemburu kepada Risti. Seseorang yang membuat Derril jatuh hati dan seseorang yang mengisi hati Derril.
Perlahan-lahan memoriku bersama Derril sejak pertama kali bertemu berputar dalam pikiranku. Hal itu membuat air mataku semakin deras. Hingga sampai pada memori yang membuatku menyadari jika aku mencintai Derril. Air mataku berhenti. Memori itu berputar sangat jelas di pikiranku.
Saat-saat dimana Derril menolongku dari serangan fans Derril yang bisa dibilang paling ganas. Mereka membullyku, mencaciku yang tidak-tidak karna bisa dekat dengan Derril. Aku tidak bisa berbuat apa-apa saat itu apalagi aku di tahan oleh fans Derril yang lain agar aku tidak berontak. Aku hanya gadis yang lemah dan  hanya mengeluarkan air mataku saat itu. Tapi tidak lama saat mereka melakukan aksi pembully-an itu kepadaku Derril datang dengan wajah merah padam.
Derril langsung menampar pipi Hana – fans Derril yang paling ganas – dan mengancam mereka semua jika mereka berani membuatku terjadi apa-apa lagi.
Derril langsung menggendongku ala bridal style dan menyelamatkanku dari kandang fans-fans gila ini. Aku tidak tahu aku dibawa kemana oleh Derril yang kurasakan aku merasa aman berada di gendongan Derril.
Aku menyembunyikan wajahku di dada bidang Derril. Harum parfum Derril entah mengapa membuat jantungku berdebar kencang. Di dalam hatiku ada perasaan hangat yang menjalar di dalam hatiku.
Dan sejak saat itu aku menyadari bahwa perasaan hangat yang menyelinap itu bukanlah perasaan biasa. Perasaan itu adalah perasaan cinta yang lebih dari batas persahabatan.
***

Aku meletakkan kado yang belum sempat ku berikan kepada Derril kemarin. Kuletakkan kado itu di atas pagar dan sebelumnya sudah kutulis Untuk Derril di atas kado tersebut.
Sebelum aku berangkat ke Yogja ku tatap jendela kamar Derril yang masih tertutup. Aku menghela napas. Sudah cukup aku bersedih. Sudah saatnya aku melanjutkan misi penetralan hatiku lagi. Aku akan berusaha keras kali ini. Menghilangkan rasa cinta yang bergelut manja dalam hatiku. Memang tidak seharusnya aku memiliki perasaan ini kepada sahabatku, tetapi apalah dayaku? Aku tidak bisa menahan perasaan ini agar tidak muncul dalam hatiku.

Aku memasuki taksi dan pergi ke bandara untuk terbang ke Jogja. Mulai sekarang misiku akan ku jalankan dengan lancar. Aku tidak perlu menghindari Derril lagi. Aku tidak bertemu Derril lagi. Dan aku bisa menghilangkan perasaanku kepada Derril. Ya semoga aku bisa menjalankan misi tersebut.

 Selamat tinggal, Derril. Semoga kita bisa bertemu di kala waktu aku sudah tidak mempunyai perasaan padamu lagi.

THE END

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lirik Lagu Siti Nurhaliza - Nirmala

Diciptakan seorang insan Lembut hati bak redup pandangan Pabila berkata Seluruh alam menyaksikan kesyaduhan Bagai tersentuh rasa percaya Tika terdengarkan Aduhai... (1) Telah jauh berkelana entah di mana Ada rasa hanya kuntum kasihnya Khabar itu merelakan perjalanannya Ada jiwa hanya kuntum kasihnya Biar panas membakar  Biar ranjau mencabar Telah mekar hati seindah purnama Dipujuk segala rajuk Sepi rindu adakala Meracun imannya (Biar panas membakar  Biar ranjau mencabar Telah mekar hati seindah purnama) (2) Siapa menyapa bagai pelita Arah yang menghilang tika gelita (Duhai kasih bulan saksi) Tatap tidak ditatap Kotakan di dada yang terdetik Temukan sang cinta (Angin pun mula becerita Semesta nyata terpedaya) Kekasih tak berbahasa Getir fikir derita mengharap Suara... (Tangis bagai gerimis Hati bak tasik pedih Cuba cari hakikat Temukan azimat) (Kasih gundah gerhana Diam tak berirama Gusar

Lirik Lagu Siti Nurhaliza - Percayalah

Suasana sepi begini Panahan rindu menusuk hati Tak mungkin kau sedari Lantas ku titip puisi kasih Agar gelora tidak merintih Sengsara pun menyisih Dengarkanlah suara hati  Moga dikau mampu mengerti Cinta hadir tanpa ku rasa simpati Percayalah Kasihmu lama tersuram Di ruang paling dalam Terlalu jauh tak terselam Ku akui Dugaan datang jua pergi Rela ku menghadapi Dengan harapan suci Do'a bersemi Kasih Usah bak suria kau hadir Persis ombak memukul ke sisir Bimbang cinta terusir Kerna rindu pastikan hadir Airmata setia mengalir Berjanjilah ia tak mungkin kan berakhir Oh oh.. Percayalah... Kerna rindu pastikan lahir Airmata setia mengalir Berjanjilah ia tak mungkin kan berakhir Percayalah Kasihmu lama tersuram Di ruang paling dalam Terlalu jauh tak terselam Ku akui Dugaan datang jua pergi Rela ku menghadapi Dengan harapan suci Do'a bersemi Kasih Usah bak suria kau hadir Persis ombak

Lirik Lagu Siti Nurhaliza - Azimat Cinta

Cahaya cinta menyinar Berkilauanlah selautan kasih Bercahaya... Bagaikan butiran permata Seolah-olah terapung Di permukaannya... Daku menjejaki pantai rindu Mengutip kasih yang terdampar Kau merantaikannya satu demi satu Dengan kasih sayangmu Kini menjadi kalungan azimat cinta... C/O Walau tidak dibasahi hujan Namun tempiasnya menyegarkan Biarpun rembulan tidak di ribaan Namun cahyanya cukup menerangi bayangan * Harumlah... Cinta di jiwa... Sewangi kasturi syurgawi... Semoga bahgia jadi milik kita... Nan abadi selama-lamanya Daku menjejaki pantai rindu Menyaksikan rintihan berlalu Ombak resah menghempas diri Hanyutkanlah kedukaan Bawalah jauh daripada bayangan... ULANG C/O & * Andai sinar mentari Terlindung di balik redupan awanan Yang berlabuh... Singkaplah tirai kasihmu Agar bisa ia menyinarkan cahayanya Untuk kita berdua...